While we are crowded by many activities, another scene created by God. Akhir-akhir ini mendapatkan kesempatan untuk sibuk dan memperjuangkan apa yang hendak dicapai. Terbesit keinginan akan berbagai hal indah, namun selalu kembali untuk bersabar dan terus tawakal.

 

Seminggu kemarin, terkena herpes di leher yang mengakibatkan off sementara dari aktivitas. Walaupun sempat kesal karena tidak bisa produktif, tapi saya percaya Tuhan punya rencana lain. Hari ini saya, memulai aktivitas dengan berhasil bangun pagi (sebelumnya saya kena sindrom PMS, yaitu salah mengintepretasikan waktu, sehingga bangun jadi siang benget).

 

Hikmah yang ingin saya bagikan adalah mengenai keinginan untuk hijrah ke jalan yang lebih mulia. Hari Rabu lalu 02 November 2016, ibu saya datang ke Jogja menyambangi saya yang tak berdaya di kamar kosan. Kalian tahu apa yang saya rasakan? | Penuh, sesak dengan buncahan rindu yang mendalam.

 

Kemudian perlahan saya mengutarakan semua cerita kecil dan harapan-harapan saya untuk hidup ini.

Saya katakan:

“saya ingin melakukan banyak hal, saking banyaknya saya gatau sebutan apa kelak untuk saya kalau saya sudah meninggalkan study saya (re: LULUS)”.

Secara sederhana ibu saya hanya menjawab dengan doa:

“semoga sukses selalu”

Lirih saya katakan:

“aamiin”

 

Hal klise yang saya yakin semua orangtua juga telah melakukan kepada anak-anaknya. Tapi, bagi saya ini kunci yang menentukan bagaimana  saya membangun kepercayaan diri. Bagaimana saya menguatkan diri saya untuk menapaki jalan yang direncakan Tuhan. Bolehlah kita berencana tapi percayalah rencana Tuhan akan selalu lebih membahagiakan 🙂

 

Kenapa saya katakan saya ingin berhijrah ke jalan yang lebih mulia? | Baiklah, saya akan menjawab dengan rinci dan cukup detail silakan persiapkan nafas dan niatan yang panjang. Begini, dalam percakapan yang cukup panjang antara saya dengan ibu saya. Ada beberapa harapan yang juga diutarakan oleh ibu saya, apa itu? sederhana, beliau menginginkan saya kembali ke jaman SMP saya yang rajin melaksanakan ibadah dhuha, rajin puasa senin-kamis dan rajin berzikir memohon ampunan sekaligus doa kepada Allah SWT. Sederhana bukan? Hal itu mudah harusnya, karena saya pernah berhasil melakukan itu di masa lalu. Tapi kenapa? kenapa saya sekarang tidak berhasil melakukannya? Nah itu.

 

Saya terlalu terlena dengan dunia ini, saya terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas duniawi. Saya lupa bahwa dunia ini akan menjadi bekal saya kelak di akhirat. Tetapi saya bersyukur masih diberikan kesempatan untuk memiliki niatan hijrah ke jalan yang lebih mulia.

 

Bagi saya, setiap hari adalah jalan menuju perubahan, sebuah langkah hijrah. Setiap hari adalah pembelajaran, setiap hari pula adalah hari yang dipenuhi dengan rasa syukur. Bagi saya pula, masih memiliki kesadaran untuk selalu introspeksi diri adalah sebuah nikmat. Karena setiap nafas adalah nikmat-Nya juga 🙂

 

Terbesit dalam sekali keinginan untuk benar-benar melakukannya. Saya benar sekali ingin kembali ke masa ketenangan (tenang dalam hal, percaya bahwa rencana Tuhan tidak pernah meleset). Ketika semua hal duniawi saya serahkan semuanya kepada-Nya, maka benarlah saya mendapatkan semua hal baik dari-Nya.

 

Pagi ini seperti biasa saya digunduki dengan berbagai pikiran, dan kadang saya merasa saya jauh dari-Nya. Jauh begitu jauh sampai saya rasanya tidak mendapatkan nikmat untuk selalu dekat dengan-Nya. Saya rindu, sangat rindu dan benar-benar rindu. Saya sekarang adalah hasil akumulasi dari kekecewaan kecil saya kepada-Nya kemudian saya berpaling dan melupakan hak-Nya. Padahal Tuhan tak pernah tidur mengurusi saya.

 

Saya katakan saya ingin kembali dekat dengan-Nya 🙂