Saat ini saya sedang merasakan benar-benar ‘digarap’ sama Allah. Saya ditempatkan di titik terendah yang pernah saya rasakan, setelah luka lama baru saja sembuh dan bekasnya sudah terlupakan. Kini, Allah begitu sayang sama saya dan keluarga saya tentunya sehingga Ia memberikan saya ujian kembali. Mungkin untuk kalian yang belum tahu atau sudah tahu sebagian dari cerita kehidupan saya, semoga tulisan ini bisa menjadi bahan pemikiran  bahwa hidup itu adalah tentang bersyukur.

 

Saya mulai dengan proses ketika Allah menjatuhkan saya di titik terendah untuk pertama kali. Waktu saya kelas 3 SMA, saya pernah punya mimpi yang saya tuliskan “Kuliah S1 di NTU” (sungguh ini mimpi yang menurut saya paling besar untuk ukuran saya waktu itu). Waktu itu mental saya terbentuk oleh buku pengembangan diri sementara teman-teman saya asyik dengan novel. Salah satu buku yang saya baca adalah karya Merry Riana Mimpi Sejuta Dollar (which is Merry Riana adalah alumni NTU). Jaman kelas 3 SMA, saya termasuk yang anti mainstream karna sok-sok an pengen kuliah di luar negeri padahal pinter aja belum.

 

Proses perjuangan mimpi saya ini cukup panjang dan yaa begitulah.

 

Proses pertama adalah seleksi administrasi, mengisi form online dan mengirimkan berkas seperti (scan rapor, ijazah SMP, Akte dkk). Semua komunikasi melalui email. Kemudian selang beberapa minggu, tibalah pengumuman seleksi berkas. Saya datang ke warnet dekat sekolah yang internetnya cukup cepat (kala itu). Jeng-jeng “Congratulation, See You at Examination test”, dalam hati alhamdulillah.

 

Sebelumnya saya terganjal restu orang tua untuk kuliah di Singapura, sampai beberapa waktu selepas pengumuman berkas ini Ibu saya mulai legowo dan menyiapkan saya untuk mengikuti examination test. Karna saya percaya bahwa “When There is a Will there is a Way”.  Saya berusaha untuk mencari dosen yang bisa mengajari saya menyelesaikan soal ber gepok-gepok hasil tanya senior yang sudah kuliah di NTU. Akhirnya saya dapat satu yang bisa mengajarkan saya fisika, karna menurut saya inilah yang paling menakutkan. Jarak kosan saya waktu SMA sama jarak rumah beliau ini cukup jauh, kalau tahu daerah solo dari Jagalan ke Palur. Dan rumah beliau ini masih masuk gang sekitar 2km, mana nyebrangin jembatan yang ada pohon beringin gede banget di tengahnya lagi kan serem. Kebetulan saya dapat jadwal itu hanya 1 bulan sebelum examination day dan malam hari jam 7-9. karena memang beliau ini sangat-sangat penuh jadwal lesnya.

 

Saya dapet jatah ujiannya bahasa inggris (seinget saya bahasa inggris ini full writing), Matematika dan Fisika. Untuk matematika saya meminta guru saya untuk menambah jam khusus bagi saya. Dan beliau super baik sekali, terima kasih pak Japar 🙂

 

Well, akhirnya saya melewati examination day dua hari di Jakarta tepatnya di Jubilee School. Momen yang paling saya ingat adalah ketika semua teman satu kelas saya menyempatkan waktu untuk mendoakan kelancaran saya :”) *saya terharu sungguh*

 

Sayangnya, apa yang saya usahakan. Semua proses dan jerih payah saya ini dibayarkan oleh Allah dengan “Thank You for your effort” 🙂

 

Semanis thankyou yang saya baca dari email itu, saya menghancurkan harapan terbesar ibu dan bapak, pak Japar, teman satu kelas, dan semua orang yang sudah mengharapkan saya untuk diterima 🙁

 

Saya terpukul sungguh terpukul dan benar-benar terpukul, saya merasa depresi saya marah, saya kecewa, saya benci dan hal ini membuat saya mogok belajar untuk UN dan sebenarnya saya juga tidak mengisi di SNMPTN (banyak yang bilang ini kesalahan terbodoh).

 

Jujur, sebenarnya cerita NTU ini tidak pernah berani saya ceritakan ke siapapun sampai sekitar semester 6. Sampai saya benar-benar siap menerima kenyataan pahit itu.

 

Selepas semua pukulan ini, yang trauma bukan hanya saya tapi juga tentunya ibu saya. Ibu saya jatuh sakit divonis tumor kelenjar getah bening. Tepat di hari ujian hari senin, ibu saya operasi besar pengangkatan tumor. Lucunya, ibu saya tidak pernah cerita sedikitpun bahwa beliau sakit sampai saya melihat hasil lab dari rumah sakit. If you know how I was feeling 🙁

 

Sekarang, setelah melewati masa sulit itu dan keluarga saya sudah mulai kembali normal untuk beberapa saat. Allah memberikan ujiannya lagi 🙂

 

Luar biasa, sepertinya Allah begitu sayang sama keluarga saya. Ditengah kakak saya yang belum lulus kuliah kami digoyangkan dengan perekonomian keluarga. Beberapa kesempatan memang bapak saya sakit. Namun kali ini, sakitnya tidak seperti biasanya. Saya harus menyaksikan bapak saya yang dulunya sangat-sangat kuat dan tegar, harus terbaring lemah diatas klinik dan bukan rumah sakit yang memang mampu menangani lebih, tapi hanya itulah yang bisa kami sekeluarga usahakan *mulai netes kalo inget*

 

Dan lagi-lagi setelah sakit 1 minggu dan mogok makan, ibu saya baru memberi tahu hal itu. Hari itu juga saya benci sebenci bencinya sama diri saya sendiri. Kenapa saya gak peka, kenapa saya gak sadar kalo disuruh pulang itu berarti di rumah lagi ada apa-apa? kenapa saya cuman ngurusin kehidupan saya disini, kenapa saya gak mikirin ibu bapak yang udah tua, udah capek bakar keringet dan nyariin duit buat sekolah.

 

Saya buru-buru pulang dan merawat bapak saya untuk beberapa hari semampu dan sebisa saya. Alhamdulillah cukup membaik. Rabu pekan lalu saya pulang lagi untuk menengok Bapak, dan yang saya temui adalah bapak yang benar-benar mengangis karna merindukan saya. Menginginkan saya didekatnya. Tapi apa yang saya mampu berikan untuk bapak?

 

Kepulangan saya bukan hanya untuk menengok bapak, tapi lebih karena saya lelah dengan semua yang saya usahakan namun Allah belum memberikan jalan terangnya untuk saya. Saya merasa gak kuat dan saya butuh ibu dan bapak untuk menghapuskan lara saya ini.

 

Saya menangis sejadi-jadinya dibawah ibu saya. Saya ceritakan semua kekecewaan saya, saya ceritakan semua yang saya usahakan disini. Semua hal yang saya harapkan dan yang telah mengecewakan saya cukup dalam. Tapi luar biasanya ibu saya menjawab dengan nasihat “Bersedekahlah nak”.

Tidak pantas kamu menangisi nasibmu, kamu tidak dilahirkan untuk mengurusi nasibmu. Serahkan semuanya sama Allah, gakusah nangis. Allah pasti siapin yang lebih, lebih lagi. Liat orang-orang dibawahmu, janngan melihat teman-temanmu yang diatas. Sedekahlah di pagi hari, ucapkan rasa syukurmu dengan berbagi. Dalam keadaan apapun, apapun. Semampu dan sebisamu.

Dan memang beginilah dari dulu ibu saya menguatkan saya. Ibu lah yang menguatkan saya untuk bangkit dan mencari tempat kuliah yang terbaik untuk saya dan sekarang ketika saya ditempa begitu hebatnya Ibu lah yang membuat saya tidak pernah menyerah.

 

 

I don’t know, how can I did it without you Ibu